Minggu, 11 September 2011

Attitude is Everything

Attitude is Everything
Sikap itu Segalanya
Jerry adalah jenis pria yang anda senang menertawakannya. Ia selalu ada dalam suasana hati yang baik dan selalu mempunyai sesuatu hal positif untuk dikatakan. Ketika seseorang bertanya bagaimana keadaannya, ia akan menjawab, “Kalau saya lebih baik dari sekarang, pastilah saya punya kembaran!”

Ia adalah seorang manajer yang unik karena ia memiliki beberapa waiter yang mengikutinya dari satu restoran ke restoran lainnya. Alasan mengapa para waiter itu mengikuti Jerry kemana dia bekerja karena sikap Jerry yang luar biasa. Ia adalah seorang motivator alami. Jika seorang pegawai mengalami hari yang buruk, Jerry ada di sana untuk memberi tahu pegawai itu bagaimana melihat sisi positif dari situasi tak menyenangkan itu.

Karena melihat gayanya yang luar biasa itu, saya jadi penasaran, sehingga pada suatu hari saya bertemu Jerry dan bertanya, “Aku tak mengerti! Engkau pasti tidak bisa menjadi orang positif sepanjang hari. Bagaimana engkau melakukannya?”

Jerry menjawab, “Setiap pagi saya bangun dan berkata kepada diri saya sendiri, ‘Jerry, kamu punya dua pilihan hari ini. Kamu bisa memilih berada dalam suasana hati yang baik atau kamu boleh memilih berada dalam mood yang jelek.’ Saya memilih berada dalam mood yang baik. Setiap kali ada perkara buruk terjadi, saya dapat memilih menjadi korbannya atau saya dapat memilih untuk belajar sesuatu dari hal itu. Setiap kali seseorang datang kepada saya dengan keluhan, saya dapat memilih untuk menerima komplain mereka atau saya dapat menunjukkan sisi positif dalam kehidupan ini. Saya selalu memilih segi positif dalam kehidupan.”

“Yah, benar juga, tetapi itu tidaklah mudah,” kata saya membantah.

“Memang tidak mudah,” kata Jerry. “Hidup ini mengenai pilihan. Pada intinya, setiap situasi merupakan suatu pilihan. Engkau memilih bagaimana menanggapi suatu situasi. Engkau memilih bagaimana orang-orang lain akan memengaruhi perasaanmu. Engkau memilih berada dalam suasana hati yang baik atau buruk. Singkatnya: itulah pilihanmu bagaimana menjalani kehidupan ini.”

Aku merenungkan apa yang dikatakan Jerry. Segera setelah itu, aku meninggalkan industri restoran untuk memulai usahaku sendiri. Kami kehilangan kontak satu sama lain dengan Jerry, namun aku seringkali memikirkan dia ketika aku membuat suatu pilihan dalam kehidupan ini, bukannya bereaksi terhadapnya.

Beberapa tahun kemudian, aku mendengar bahwa Jerry melakukan sesuatu yang tak pernah dibayangkan akan dilakukan orang di bidang usaha restoran: Jerry membiarkan pintu belakang restoran terbuka pada suatu pagi dan dimasuki oleh tiga perampok bersenjata. Ketika mencoba membuka brandkas di bawah todongan pistol, tangan Jerry gemetar ketakutan, sehingga meleset dari kunci kombinasi brandkas itu. Karena para perampok itu panik, maka salah seorang menembak Jerry. Dan mereka segera kabur dari tempat itu. Untunglah Jerry ditemukan cukup cepat dan dilarikan ke ruang UGD di sebuah rumah sakit.

Setelah dioperasi selama 18 jam dan dirawat di ruang perawatan intensif, Jerry akhirnya diizinkan keluar dari rumah sakit itu dengan beberapa pecahan peluru masih ada di dalam tubuhnya.

Aku bertemu sekitar enam bulan setelah peristiwa itu. Ketika aku bertanya bagaimana keadaannya, Jerry menjawab, “Seandainya saya lebih baik dari sekarang, saya pasti punya kembaran. Mau melihat bekas luka saya?”

Aku menolak untuk melihat bekas luka-lukanya, namun aku menanyakan apa yang terlintas di pikirannya ketika perampokan itu terjadi. “Hal pertama yang melintas di pikiran saya adalah seharusnya saya telah mengunci pintu belakang itu,” jawab Jerry. “Kemudian ketika saya terbaring di lantai, saya ingat bahwa saya mempunyai dua pilihan: saya dapat memilih untuk hidup, atau saya dapat memilih untuk mati. Saya telah memilih untuk hidup terus.”

“Apakah engkau tidak takut? Apakah engkau kehilangan kesadaranmu?” aku bertanya.

Jerry melanjutkan, “Petugas paramedisnya hebat. Mereka terus menerus memberitahu saya bahwa saya akan sembuh. Tetapi ketika mereka membawa saya ke ruang UGD dan saya melihat ekspresi wajah-wajah para dokter dan perawat, saya menjadi sangat takut. Di mata mereka, saya membaca, ‘Orang ini sudah mati.’ Saya tahu saya perlu melakukan suatu tindakan.”

“Apa yang kau lakukan?” tanyaku.

“Well, di sana ada seorang perawat gemuk dan kekar yang bertanya dengan suara keras kepada saya,” kata Jerry. “Perawat itu bertanya apakah saya ada alergi terhadap sesuatu. ‘Ya,’ jawab saya. Para dokter dan perawat berhenti melakukan sesuatu sementara mereka menunggu jawaban saya. Saya mengambil nafas panjang dan berseru, ‘Peluru. Saya alergi terhadap peluru,’ kata saya membuat mereka tertawa. Saya kemudian mengatakan kepada mereka, ‘Saya memilih untuk terus hidup. Bedahlah saya seolah-olah saya akan terus hidup, bukan sebagai orang mati.”

Jerry akhirnya dapat diselamatkan berkat keahlian para dokter itu, namun hal itu juga berkat sikapnya yang luar biasa. Saya belajar daripadanya bahwa setiap hari kita memiliki pilihan untuk hidup sepenuhnya. Sikap, bagaimanapun juga, adalah segalanya.

(Ditulis oleh Francie Baltazar-Schwartz – diterjemahkan oleh Hadi Kristadi untuk Pentas Kesaksian http://pentas-kesaksian.blogspot.com – mohon keterangan ini tidak dihapus apabila anda memforward naskah ini atau mempostingnya di website/blog anda – terima kasih banyak)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More